DIBEBAT oleh buruknya infrastruktur jaringan
telekomunikasi virtual (internet) tak menjadikan kendala bagi program pelatihan
jurnalistik cetak agar melek media virtual. Kiranya, semangat besar dan rasa
ingin tahu membara yang membuat ke-62 peserta pelatihan jurnalistik cetak,
fotografi, dan tataletak di Pusat Pastoral Kotiko Loku di Sumba Tengah tetap
bertahan. Tak terasa, kurun waktu sepanjang 2,5 hari penuh mulai pagi hari
hingga menjelang larut malam, mereka tetap bertahan setia mengikuti tahapan
proses penyadaran ‘melek media virtual’ dan proses produksi berita cetak ini
hingga tuntas.
Mgr. Petrus Turang (mirifica.net) |
Skeptisisme yang sempat melanda tim Sesawi.Net sebagai fasilitator utama dalam
program pelatihan jurnalistik cetak, fotografi dan tataletak ini langsung
sirna, begitu antusiasme peserta tetap membuncah bungah. Itu terjadi, sekalipun
jumlah laptop hanya tersedia enam buah untuk ke-62 peserta. Bahkan mayoritas
peserta malah mengaku baru ‘bersentuhan’ dengan komputer pada usia remaja
ketika duduk di bangku SMA.
Mewaspadai
peradaban baru
Dunia virtual, khususnya internet dan media
sosial, memang bisa membius orang –baik
remaja, anak muda, dan bahkan orangtua--
hingga aneka peralatan komunikasi elektrik nyaris tidak pernah lepas dari tangan mereka.
Satu sisi menyajikan dinamika komunikasi yang serba cepat dan efisien, namun
pada sisi lain juga memunculkan ‘peradaban baru’ yang mengancam komunikasi
sejati yakni perjumpaan riil antarpribadi di ranah kehidupan yang nyata.
Kursus jurnalistik cetak menyadarkan hal itu
kepada para pesertanya. Di Aula Seruni Keuskupan Weetebula, praktisi media dan
komunikasi Errol Jonathans juga menyuguhkan paparan yang sama di hadapan 150-an
OMK Keuskupan Weetebula, Sumba. Ia bicara tentang dunia yang serba cepat
berubah yang antara lain ditandai dengan makin terbukanya ruang-ruang privat
yang tak lagi ‘kedap’ terhadap rembesan informasi virtual melalui berbagai gadget modern.
Ketika berhadapan dengan puluhan pastor, suster
dan bruder se-Keuskupan Weetebula, hal sama makin diperjelas lagi oleh Errol
Jonathans. Selain harus mewaspadai tendensi ini agar juga makin tepat guna
dalam berkomunikasi, Errol juga memberi kiat-kiat praktis bagaimana pastor
sebagai pemimpin jemaat punya ketrampilan menjadi seorang komunikator yang
baik. “Suara jangan dipendam, melainkan harus dikeluarkan pada tataran bunyi
yang punya daya tarik sendiri hingga mampu menggudah emosi dan perhatian
audiens,” kata Errol.
Kesehatan menjadi mutlak adanya, terutama bagi
para pastor yang harus ‘menggembalakan’ umatnya. Karena itu, dr. Irene Setiadi
–pendiri dan ketua Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK)—memerlukan waktu
khusus untuk bicara tentang jantung yang sehat bagi para pastor se-Keuskupan
Weetebula. Dibantu oleh beberapa tenaga sukarelawan KBKK, proses cek kesehatan
pun dilakukan di salah satu ruangan Konvetu Biara Redemptoris di Weetebula.
Perjumpaan
yang sejati
Meski melahirkan banyak kemudahan dan memberi daya
tarik tersendiri, namun Ketua Komisi Komunikasi Sosial KWI Mgr. Petrus Turang Pr, UskupKeuskupan Agung Kupang kembali menandaskan, bahwa
aneka peralatan gadget modern ini
harus membawa manusia pada hakikatnya sebagai manusia yang bermartabat.
Peseta Pelatihaan Jurnalistik pada Pekan Komunikasi Sosial Sedunia ke-48 - Keuskupan Weetebula, Sumba (mirifica.net). |
Karena itu, alat-alat itu harus diperlakukan
secara ‘bijak’ agar jangan malah membelenggu manusia hingga ‘berjarak’ dengan
orang lain. Sebaliknya, alat-alat itu harusnya makin mendekatkan antarmanusia
yang saling berjauhan, sekaligus makin mengakrabkan kita yang berada dekat satu
sama lain.
Inilah catatan penting yang disampaikan Ketua
Komsos KWI Mgr. Petrus Turang saat menjadi pembicara kunci dalam seminar
mengenai “Komunikasi: Budaya Perjumpaan yang Sejati” di Aula Seruni Keuskupan
Weetebula. Mgr. Turang menegaskan prinsip penting dalam hal ‘kebijaksanaan’
memanfaatkan semua aneka peralatan komunikasi elektrik modern agar –seperti
bunyi tagline Pekan Komsos Sedunia
ke-48 di Keuskupan Weetebula, Sumba—“bisa mendekatkan yang jauh dan
mengakrabkan yang dekat”.
Catatan penting Mgr. Turang semakin dipertegas
oleh Dr. Norbertus
Jegalus yang intinya menyebutkan tugas pastor pertama-tama bukan sebagai
wartawan yang menyampaikan berita. Melainkan menjadi para pewarta iman dimana
berita-berita tentang peristiwa iman harus dibuat makin ‘berdaya guna’ berkat
kesaksian hidup pribadi.
Errol Jonathan kembali menyoroti pentingnya para
pastor selalu mengikuti perkembangan alat-alat komunikasi modern agar juga
semakin ‘peka’ terhadap bahaya-bahaya yang menjauhkan manusia dari martabatnya
sebagai mahkluk sosial yang berbudaya. Alat-alat itu harus dipergunakan secara
bijak agar semakin membawa manusia pada martabatnya yang luhur dan membawa kita
pada budaya perjumpaan yang sejati.
“Meski alat-alat itu membawa manusia pada
tingkatan pertemuan virtual yang begitu cepat, efisien, namun perjumpaan yang
sejati tetaplah terjadi bukan secara virtual melainkan riil dimana
masing-masing orang bisa saling bertegur sapa dan berkomunikasi dengan saling
berhadapan muka,” tandas Errol Jonathan.
Misa
Hari Komsos Sedunia di Katedral Roh Kudus
Meriahnya berbagai acara dalam rangka Pekan Komsos
Sedunia ke-48 di Keuskupan Weetebula, Sumba mencapai puncaknya secara liturgis
dalam Perayaan Ekaristi Syukur di Katedral Roh Kudus Weetebula. Didamping
Vikjen Keuskupan Weetebula Pastor Matheus Selan CSsR dan puluhan pastor, Ketua
Komisi Komsos KWI Mgr. Petrus Turang Pr memimpin perayaan ekaristi dalam rangka
Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-48.
Aneka tarian khas tradisional Sumba mengawali
perjamuan ekaristi, sesaat sebelum iringan rombongan misdinar, para imam dan
Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Kupang Mgr. Petrus Turang memasuki bagian
depan Katedral Roh Kudus Weetebula. Antuasiasme umat begitu besar, sehingga
sudut-sudut gereja terasa penuh.
Loteng gereja di bagian belakang juga penuh sesak
oleh umat.
Dalam kotbahnya yang dipenuhi dengan
contoh-contohnya nyata yang mengundang decak tawa, Mgr. Turang kembali
menegaskan sikap Gereja bahwa alat-alat komunikasi elektrik modern harus tetap
membawa manusia pada martabatnya yang luhur. “Alat-alat itu boleh dan memang
harus kita gunakan secara bijak tepat, agar membuat kita semakin bermartabat
sebagai manusia,” tandas Mgr. Petrus Turang dalam kapasitasnya sebagai Ketua
Komisi Komsos KWI.
Pekan Komsos Sedunia ke-48 yang dipusatkan di
Keuskupan Weetebula ini tidak bisa dihadiri Bapak Uskup Diosis Weetebula Mgr.
Edmund Woga CSsR yang masih dalam tahap penyembuhan karena tertabrak motor
tahun lalu.
Panasnya
Sumba, hangatnya Keuskupan Weetebula
Pulau Sumba yang sedemikian panasnya ternyata
tidak membuat ciut para tetamu dari Jakarta: rombongan Komsos KWI, KBKK, dan Sesawi.Net. Sebaliknya dari panasnya
hawa di Tanah Sumba inilah mengalir hangat keramahtamahan masyarakat Sumba,
baik yang ‘asli’ maupun warga Sumba pendatang.
Keramahan masyarakat Sumba tidak hanya bisa
terbaca dengan jelas melalui berbagi tarian tradisional khas Sumba sebagaimana
dipentaskan pada saat Malam Budaya Sumba. Yang pasti suasana pesta budaya ini
sangat menggelorakan semangat. Apalagi, semua tarian tradisional itu
menggelorakan aroma kehidupan yang mengakrabi pertalian emosional antara alam
dan sesama.
Atmosfir keramahan Sumba juga bisa dibaca dengan
jelas dengan betapa sigapnya panitia lokal menyiapkan segala pernak-pernik
kebutuhan dalam rangka program acara Pekan Komsos Sedunia ke-48 yang secara
nasional diselenggarakan di Keuskupan Weetebula, Sumba ini.
Mereka yang baru saja menginjakkan kakinya ke
Pulau Sumba dan mengikuti seluruh rangkaian acara program Pekan Komsos Sedunia
ke-48 yang secara nasional diselenggarakan di Keuskupan Weetebula ini tentu senang hati bisa
berjumpa dengan umat katolik Keuskupan Weetebula yang ramah, hangat, dan
semarak.
Ny. Mariana Phang datang dari Keuskupan Pontianak,
sementara adik kandungnya Ny Lydia
berasal dari Keuskupan Sanggau di
Provinsi Kalimantan Barat. Tentang Keuskupan Weetebula, mereka hanya bisa
berujar pendek, “Menyenangkan sekali dan kami tidak akan pernah kapok untuk
sekali waktu bisa berkunjung ke Tanah Sumba lagi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar