Rabu, 04 Juni 2014

Melek Media dan Cara Berkomunikasi Positif dalam Pekan Komsos di Keuskupan Weetebula, Sumba

DIBEBAT oleh buruknya infrastruktur jaringan telekomunikasi virtual (internet) tak menjadikan kendala bagi program pelatihan jurnalistik cetak agar melek media virtual. Kiranya, semangat besar dan rasa ingin tahu membara yang membuat ke-62 peserta pelatihan jurnalistik cetak, fotografi, dan tataletak di Pusat Pastoral Kotiko Loku di Sumba Tengah tetap bertahan. Tak terasa, kurun waktu sepanjang 2,5 hari penuh mulai pagi hari hingga menjelang larut malam, mereka tetap bertahan setia mengikuti tahapan proses penyadaran ‘melek media virtual’ dan proses produksi berita cetak ini hingga tuntas.

Mgr. Petrus Turang (mirifica.net)
Skeptisisme yang sempat melanda tim Sesawi.Net sebagai fasilitator utama dalam program pelatihan jurnalistik cetak, fotografi dan tataletak ini langsung sirna, begitu antusiasme peserta tetap membuncah bungah. Itu terjadi, sekalipun jumlah laptop hanya tersedia enam buah untuk ke-62 peserta. Bahkan mayoritas peserta malah mengaku baru ‘bersentuhan’ dengan komputer pada usia remaja ketika duduk di bangku SMA.

Mewaspadai peradaban baru
Dunia virtual, khususnya internet dan media sosial,  memang bisa membius orang –baik remaja, anak muda, dan bahkan orangtua--  hingga aneka peralatan komunikasi elektrik  nyaris tidak pernah lepas dari tangan mereka. Satu sisi menyajikan dinamika komunikasi yang serba cepat dan efisien, namun pada sisi lain juga memunculkan ‘peradaban baru’ yang mengancam komunikasi sejati yakni perjumpaan riil antarpribadi di ranah kehidupan yang nyata.

Kursus jurnalistik cetak menyadarkan hal itu kepada para pesertanya. Di Aula Seruni Keuskupan Weetebula, praktisi media dan komunikasi Errol Jonathans juga menyuguhkan paparan yang sama di hadapan 150-an OMK Keuskupan Weetebula, Sumba. Ia bicara tentang dunia yang serba cepat berubah yang antara lain ditandai dengan makin terbukanya ruang-ruang privat yang tak lagi ‘kedap’ terhadap rembesan informasi virtual melalui berbagai gadget modern.

Ketika berhadapan dengan puluhan pastor, suster dan bruder se-Keuskupan Weetebula, hal sama makin diperjelas lagi oleh Errol Jonathans. Selain harus mewaspadai tendensi ini agar juga makin tepat guna dalam berkomunikasi, Errol juga memberi kiat-kiat praktis bagaimana pastor sebagai pemimpin jemaat punya ketrampilan menjadi seorang komunikator yang baik. “Suara jangan dipendam, melainkan harus dikeluarkan pada tataran bunyi yang punya daya tarik sendiri hingga mampu menggudah emosi dan perhatian audiens,” kata Errol.

Kesehatan menjadi mutlak adanya, terutama bagi para pastor yang harus ‘menggembalakan’ umatnya. Karena itu, dr. Irene Setiadi –pendiri dan ketua Kelompok Bakti Kasih Kemanusiaan (KBKK)—memerlukan waktu khusus untuk bicara tentang jantung yang sehat bagi para pastor se-Keuskupan Weetebula. Dibantu oleh beberapa tenaga sukarelawan KBKK, proses cek kesehatan pun dilakukan di salah satu ruangan Konvetu Biara Redemptoris di Weetebula.


Perjumpaan yang sejati
Meski melahirkan banyak kemudahan dan memberi daya tarik tersendiri, namun Ketua Komisi Komunikasi Sosial KWI Mgr. Petrus  Turang Pr, UskupKeuskupan Agung Kupang kembali menandaskan, bahwa aneka peralatan gadget modern ini harus membawa manusia pada hakikatnya sebagai manusia yang bermartabat.
Peseta Pelatihaan Jurnalistik pada Pekan Komunikasi
Sosial Sedunia ke-48 - Keuskupan Weetebula, Sumba
(mirifica.net).

Karena itu, alat-alat itu harus diperlakukan secara ‘bijak’ agar jangan malah membelenggu manusia hingga ‘berjarak’ dengan orang lain. Sebaliknya, alat-alat itu harusnya makin mendekatkan antarmanusia yang saling berjauhan, sekaligus makin mengakrabkan kita yang berada dekat satu sama lain.

Inilah catatan penting yang disampaikan Ketua Komsos KWI Mgr. Petrus Turang saat menjadi pembicara kunci dalam seminar mengenai “Komunikasi: Budaya Perjumpaan yang Sejati” di Aula Seruni Keuskupan Weetebula. Mgr. Turang menegaskan prinsip penting dalam hal ‘kebijaksanaan’ memanfaatkan semua aneka peralatan komunikasi elektrik modern agar –seperti bunyi tagline Pekan Komsos Sedunia ke-48 di Keuskupan Weetebula, Sumba—“bisa mendekatkan yang jauh dan mengakrabkan yang dekat”.

Catatan penting Mgr. Turang semakin dipertegas oleh Dr. Norbertus Jegalus yang intinya menyebutkan tugas pastor pertama-tama bukan sebagai wartawan yang menyampaikan berita. Melainkan menjadi para pewarta iman dimana berita-berita tentang peristiwa iman harus dibuat makin ‘berdaya guna’ berkat kesaksian hidup pribadi.

Errol Jonathan kembali menyoroti pentingnya para pastor selalu mengikuti perkembangan alat-alat komunikasi modern agar juga semakin ‘peka’ terhadap bahaya-bahaya yang menjauhkan manusia dari martabatnya sebagai mahkluk sosial yang berbudaya. Alat-alat itu harus dipergunakan secara bijak agar semakin membawa manusia pada martabatnya yang luhur dan membawa kita pada budaya perjumpaan yang sejati.

“Meski alat-alat itu membawa manusia pada tingkatan pertemuan virtual yang begitu cepat, efisien, namun perjumpaan yang sejati tetaplah terjadi bukan secara virtual melainkan riil dimana masing-masing orang bisa saling bertegur sapa dan berkomunikasi dengan saling berhadapan muka,” tandas Errol Jonathan.

Misa Hari Komsos Sedunia di Katedral Roh Kudus
Meriahnya berbagai acara dalam rangka Pekan Komsos Sedunia ke-48 di Keuskupan Weetebula, Sumba mencapai puncaknya secara liturgis dalam Perayaan Ekaristi Syukur di Katedral Roh Kudus Weetebula. Didamping Vikjen Keuskupan Weetebula Pastor Matheus Selan CSsR dan puluhan pastor, Ketua Komisi Komsos KWI Mgr. Petrus Turang Pr memimpin perayaan ekaristi dalam rangka Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-48.

Aneka tarian khas tradisional Sumba mengawali perjamuan ekaristi, sesaat sebelum iringan rombongan misdinar, para imam dan Bapak Uskup Agung Keuskupan Agung Kupang Mgr. Petrus Turang memasuki bagian depan Katedral Roh Kudus Weetebula. Antuasiasme umat begitu besar, sehingga sudut-sudut gereja terasa penuh.

Loteng gereja di bagian belakang juga penuh sesak oleh umat.

Dalam kotbahnya yang dipenuhi dengan contoh-contohnya nyata yang mengundang decak tawa, Mgr. Turang kembali menegaskan sikap Gereja bahwa alat-alat komunikasi elektrik modern harus tetap membawa manusia pada martabatnya yang luhur. “Alat-alat itu boleh dan memang harus kita gunakan secara bijak tepat, agar membuat kita semakin bermartabat sebagai manusia,” tandas Mgr. Petrus Turang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi Komsos KWI.

Pekan Komsos Sedunia ke-48 yang dipusatkan di Keuskupan Weetebula ini tidak bisa dihadiri Bapak Uskup Diosis Weetebula Mgr. Edmund Woga CSsR yang masih dalam tahap penyembuhan karena tertabrak motor tahun lalu.

Panasnya Sumba, hangatnya Keuskupan Weetebula
Pulau Sumba yang sedemikian panasnya ternyata tidak membuat ciut para tetamu dari Jakarta: rombongan Komsos KWI, KBKK, dan Sesawi.Net. Sebaliknya dari panasnya hawa di Tanah Sumba inilah mengalir hangat keramahtamahan masyarakat Sumba, baik yang ‘asli’ maupun warga Sumba pendatang.

Keramahan masyarakat Sumba tidak hanya bisa terbaca dengan jelas melalui berbagi tarian tradisional khas Sumba sebagaimana dipentaskan pada saat Malam Budaya Sumba. Yang pasti suasana pesta budaya ini sangat menggelorakan semangat. Apalagi, semua tarian tradisional itu menggelorakan aroma kehidupan yang mengakrabi pertalian emosional antara alam dan sesama.

Atmosfir keramahan Sumba juga bisa dibaca dengan jelas dengan betapa sigapnya panitia lokal menyiapkan segala pernak-pernik kebutuhan dalam rangka program acara Pekan Komsos Sedunia ke-48 yang secara nasional diselenggarakan di Keuskupan Weetebula, Sumba ini.

Mereka yang baru saja menginjakkan kakinya ke Pulau Sumba dan mengikuti seluruh rangkaian acara program Pekan Komsos Sedunia ke-48 yang secara nasional diselenggarakan di Keuskupan Weetebula ini tentu senang hati bisa berjumpa dengan umat katolik Keuskupan Weetebula yang ramah, hangat, dan semarak.

Ny. Mariana Phang datang dari Keuskupan Pontianak, sementara adik kandungnya  Ny Lydia berasal dari  Keuskupan Sanggau di Provinsi Kalimantan Barat. Tentang Keuskupan Weetebula, mereka hanya bisa berujar pendek, “Menyenangkan sekali dan kami tidak akan pernah kapok untuk sekali waktu bisa berkunjung ke Tanah Sumba lagi.”

By: Tim Komsos KWI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar