HARI MINGGU PRAPASKAH II
Kej 22,
1-2.9a.10-13.15-18; Rom 8, 31b-34; Markus 9, 2-10
PENGANTAR
Di HM Prapaska II ini,
Suara Bapa akan kembali terdengar: “Inilah Putera kesayanganKu, dengarkanlah
Dia!” Janji keselamatan Allah terpenuhi dan terlaksana dalam diri Putera
kekasihNya. Marilah kita mendengarkan Dia, dengan menghayati iman kita dengan
setia dan taat, sebagaimana ditunjukkan Abraham, Bapa leluhur kita.
RENUNGAN
Abaraham, seorang tokoh
iman. Dia, model
orang beriman yang berjuang menyelami rahasia Allah dalam seluruh hidupnya.
Tuhan model apa yang meminta putera tunggal yang sungguh disayangi untuk
dikurbankan? Ishak, jaminan
satu-satunya yang memungkinkan terlaksananya janji Allah, dikorbankan? Abraham menghadapi suatu dilemma iman, yang
dialami sebagai hal paling gelap dan menakutkan dalam hidup. Sören Kierkegaard,
filsuf Kristen dari Denmark menyebut dilemma iman ini sebagai “perjalanan 3
hari yang paling menakutkan, membingungkan dan menegangkan.”
Betapa tidak! Menurut
logika normal, kalau Abraham taat kepada Tuhan, dia otomatis akan kehilangan
putera tunggalnya Ishak dan pupuslah janji-janji Tuhan. Hidup
lalu jadi percuma! Kalau dia tidak rela untuk korbankan puteranya, dia akan
hidup terjamin bersama puteranya
tapi bisa jadi Tuhan menarik kembali janjiNya karena Abraham ternyata tidak
setia. Mana yang akan dipilih?
Abraham
ternyata pilih yang tersulit,
yang memang punya resiko besar: Tapi persis itulah pilihan seorang beriman
sejati yang taat. Ia tidak segan-segan mengurbankan anaknya yang terkasih,
Ishak, kepada Tuhan, dan Tuhan punya cara istimewa untuk mengganjari setiap
orang yang beriman dengan taat dan setia. (Ishak
tidak jadi dikorbankan karena Tuhan sudah siapkan sendiri domba jantan bagi
kurban persembahan yang berkenan kepadaNya. Dan Ia untuk kedua kalinya,
melimpah berkat secara berkelimpahan kepada Abraham.) Orang beriman yang taat dan setia, selalu
diganjari berkat dan rahmat dari Tuhan.
Iman memang paling pas
dimengerti sebagai dialektik antara rasa pasti dan tidak pasti, antara
teguh-percaya dan krisis. Iman berarti merasa pasti di dalam
ketidakpastian atau merasa tidak pasti di dalam kepastian. Inilah dialektika
iman yang harus dijalani dengan ketekunan khusus.
Ketekunan iman itulah yang
disuarakan dalam Injil hari ini. “Inilah
PuteraKu yang terkasih, dengarkanlah Dia,“
dengarkanlah dengan setia, berpegang teguhlah padaNya, agar kamu hidup!
Dan seperti Abraham, Yesus
taat-setia dan patuh pada kehendak Bapa. Ia pilih turun dari Tabor menuju Golgota di mana Salib dan
Kurban telah terpancang dan menanti; Yesus lebih pilih korbankan diriNya hingga wafat di
kayu salib daripada cari jalanNya sendiri yang lebih disukaiNya. Karena
ketaatanNya di dalam iman, Ia dibenarkan sebagai Putera Allah, Putera
Perjanjian: “Inilah Putera kesayanganKu,
dengarkanlah Dia!“
Kegelapan iman yang dialami
Abraham, Ishak, bahkan Kristus dan kita sekalian, itu pengalaman iman yang harus kita jalani.
Krisis karena berbagai penderitaan, kesepian yang menimpa banyak orang, skandal
salib, dsb. otomatis akan dihadapi orang beriman. Kita perlu beriman sebagai orang-orang
berpengharapan. Tapi ingat: “Berharap
memang hal yang sulit; sebaliknya tidak berharap adalah hal yang gampang dan
itulah godaan yang terbesar.“ (C. Péguy).
Kalau kita berani berharap,
kita akan lebih gampang terima salib kehidupan di dalam terang iman, dan kita
akan lebih gampang masuk ke Paska-Transfigurasi. Kehidupan Ilahi, ganjaran bagi mereka yang rela mati
bersama Tuhan. Bila kita berani beriman dengan tindakan iman yang heroik
seperti ini, Tuhan juga akan berkata: “Engkaulah
Putera/i kesayanganKu. Hari ini engkau Kuhidupkan dengan berkat dan rahmat
berlimpah!“ Semoga demikian. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar